Selama ini 'most of us' merasa sangat 'bangga', karena bisa membeli atau merasakan beberapa merk dagang yang secara sekilas sangat terasa "Amerika" atau luar negeri nya.
Padahal setelah membaca tulisan berikut, kita pun akan merasa lebih bangga lagi.
Mengapa? Ya... karena merk-merk tersebut berikut adalah 'Indonesian Global Brands'.
Dan berikut merk-merk yang sementara bisa dibahas :
1. J.CO
KISAH DAN PENJELASANNYA
Kisah sukses Au Bintoro, pendiri Olympic Furniture, diawali tahun 1980. Ketika itu ia merasa bahwa toko furniture terlalu membebani konsumennya dengan ongkos kirim yang begitu besar. Mahalnya ongkos kirim itu disebabkan karena beratnya produk furniture sehingga untuk mengangkatnya dibutuhkan beberapa orang pekerja, selain itu pengusaha furniture tidak dapat membawa banyak barang sekaligus—satu truk kecil hanya bisa mengangkut beberapa meja belajar saja—sehingga tidak efesien. Bayangkan bila meja-meja tersebut harus diantarkan ke alamat pelanggan yang berada di pelosok-pelosok daerah, bukan tidak mungkin ongkos kirimnya lebih mahal dari harga meja itu sendiri.
Au yang ketika itu masih berprofesi sebagai pembuat box speaker memutar keras otaknya agar bisa menemukan meja belajar yang lebih praktis, ringan, dan bisa diangkut dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu truk. Au memiliki ide untuk membuat sebuah meja yang dapat dibongkar pasang. Dengan ide ini ia berharap pengangkutan meja jadi lebih mudah dan murah. Namun ia menemukan masalah, penggunaan kayu yang berat bobotnya menyebabkan timbul kesulitan membuat pasak-pasak yang cukup kuat untuk merekatkan bagian-bagian meja.
Ia kemudian mencoba-coba membuat meja dari bahan baku box speaker yang dimilikinya, dan ternyata sukses. Ia mampu menciptakan meja yang lebih kecil, ringan, dan mudah dibongar pasang. Meja belajar baru itu tersusun dari serpihan-serpihan papan partikel dengan perekat sekrup yang bisa di cucuk-cabut. Setiap bagian diberi tanda khusus untuk mencocokkannya dengan bagian lain. Ini mirip dengan mainan bongkar pasang anak-anak.
Produk ini selain mudah dibawa ternyata juga memberikan keuntungan lain bagi penjualnya, yaitu memperkecil biaya penggudangan (storage cost) karena penjual hanya perlu merakit satu produk saja sebagai display, sementara produk yang digudang dibiarkan dalam keadaan terbongkar sehingga tidak memakan banyak ruang.
Walau begitu Au belum memiliki cukup nyali untuk menjualnya secara massal, dan lebih memilih untuk menjualnya berdasarkan pesanan. Suatu hari seorang konsumen memesan meja itu dalam jumlah ribuan. Au girangnya bukan main. Setelah harga disepakati, pengerjaan meja itu dilakukan 24 jam nonstop agar selesai tepat waktu.
Namun malang di tengah jalan order itu diputus secara sepihak. Akibatnya Au terpaksa menumpuk produk dan bahan baku yang tersisa di gudang. Setelah menunggu tanpa kepastian, Au nekad menjual meja pesanana itu ke toko-toko furniture. Ternyata meja-meja itu laku keras dan habis terjual. Ini membuat Au semakin percaya bahwa konsumen telah lama menantikan sebuah meja belajar yang lebih praktis seperti buatannya.Pada tahun 1983, Au benar-benar menekuni bidang furniture dan meninggalkan profesinya sebagai pembuat box speaker. Setahun sebelumnya dia meresmikan sebuah pabrik Cahaya Sakti Multi Intraco yang khusus memproduksi meja (menyusul kemudian tempat tidur, meja serbaguna, lemari hias, lemari pakaian, rak televisi, meja kantor, dan hampir semua jenis furniture.
Au menamai merek produknya “Olympic Furniture” karena terinspirasi dengan Olimpiade XXIII yang berlangsung di Los Angeles pada 1984. Au mengutip ajang olahraga tersebut sebagai label dengan harapan Olympic dapat bergaung sehebat olimpiade yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Inspirasi ini dikemudian hari menguntungkan Au karena konsumen lokal mengenalinya sebagai produk impor meskipun sebenarnya serpihan-serpihan perabot itu semuanya dibuat di Bogor dengan tenaga kerja lokal.
Pada tahun 1997, seperti kebanyakan pengusaha lain, Au mengalami goncangan dahsyat akibat Krisis Moneter yang melanda Indonesia ketika itu. Ongkos pembelian bahan baku membengkak gila-gilaan dan karyawan menginginkan kenaikan gaji, sementara rata-rata 5 dari 10 konsumen membatalkan membelian. Bisnis Au mengalami masa-masa paling suram dan hampir semua rencana besar terbengkalai begitu saja. Gara-gara krisis pula Au terpaksa menjual separuh lahan beserta gedung di daerah Sentul Jawa Barat yang awalnya direncanakan sebagai pusat produksi terpadu, mulai dari pengolahan kayu hingga finishing.
Au mendapatkan ide lain untuk mengatasi masalah ini. Bila sebelumnya ia hanya mengandalkan toko-toko furniture untuk menjual produknya, kini ia bekerja sama dengan peritel besar seperti Carrefour dan Giant. Ia juga bekerjasama dengan gerai kredit Columbia agar konsumen lebih mudah mendapatkan dana untuk membeli produknya. Strategi ini berhasil mengembalikan penjualan Olympic ke tingkat semula, bahkan lebih.
Memasuki tahun 2003 ia menggandeng perusahan furniture asal Jerman, Garant Mobel International dan bersama-sama mendirikan Garant Mobel Indonesia (GMI) dengan 75% saham dimiliki Olympic. GMI bertindak sebagai pemberi hak waralaba yang menghubungkan pemasok dan para peritel mebel merek Garant asal Jerman, dan merek kelas atas milik Olympic. Usaha ini menciptakan merek baru MER yang diwaralabakan dengan biaya minimal Rp.500 juta beserta show room seluas 100 meter persegi. Kerja sama ini menjadikan Au sebagai peritel furniture pertama di Indonesia.
Au juga mulai mengibarkan merek-merek baru untuk menguasai pasar, misalnya Solid Furniture, Albatros, Procella, Olympia, dan furniture berharga murah Jaliteng. Diversifikasi produk itu dibuat berdasarkan daya beli target market-nya. Albartos misalnya mencoba menampilkan desain klasik dan minimalis yang disesuaikan dengan tren perkembangan desain rumah masyarakat kelas atas yang berselera ala Eropa dan Asia modern.
3. WIMCYLES
KISAH DAN PENJELASANNYA
PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries adalah produsen terkemuka di Indonesia sepeda. Perusahaan, yang juga dikenal sebagai Wim Cycle, mendominasi pasar lokal dengan pangsa pasar yang signifikan. Dengan lebih dari tiga dekade pengalaman, Wim Cycle juga berhasil di pasar ekspor. Wim Cycle secara konsisten menjadi penyumbang terbesar untuk ekspor Indonesia sepeda selama bertahun-tahun dan sepeda tersebut pada saat ini diekspor ke lebih dari 20 negara di seluruh dunia.
Sejarah
Wim Cycle didirikan pada tahun 1972 dengan nama CV Indonesia Makmur oleh Bapak Hendra Widjaja. Perusahaan bagian sepeda mulai dari manufaktur di Surabaya pusat.
Pada tahun 1976, nama perusahaan berubah menjadi PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries dan diperluas untuk mencakup pembuatan sepeda, serta bagian, di Desa Bambe Driyorejo Industrial Estate.
Pada tahun 1984, perusahaan mulai memproduksi sepeda untuk pasar domestik, dan pada tahun 1987 mulai mengekspor sepeda ke Arab Saudi, serta ke Jerman, Belanda, Italia, Yunani dan negara-negara Eropa lainnya.
Pada tahun 1991, Wim Cycle memulai ekspor sepeda ke Amerika Serikat, memasok jaringan toko-toko besar seperti R 'Us, Toys' Wal-Mart dan Target.
Pada tahun 1994, ekspor WIM siklus produknya ke Kanada, menyediakan hipermarket termasuk Kanada Tire, ZELLERS, SEARS dan Home Hard Ware.
Saat ini perusahaan diekspor ke merek utama seperti LOEKIE, Sparta, musang, Kawasaki, Schwinn, REBOOK serta merek OEM massa lainnya.
Perusahaan terus memperluas pasar ekspor dan tidak pernah melihat ke belakang sejak saat itu. Pabrik dan Kontrol Kualitas
Wim Cycle menempatkan prioritas tertinggi pada inspeksi yang presisi dan quality control yang ketat untuk memastikan produk bebas dari cacat dan bahwa mereka memenuhi standar keamanan. Tes-tes tersebut dilakukan oleh teknisi pengendalian mutu dengan menggunakan peralatan laboratorium modern.
Pada tahun 2008, Wim Cycle ISO 9001:2008 dicapai No.13825 Cert.
Di pasar domestik, wimcycle adalah merek terkenal: * Wimcycle telah diberikan oleh Superbrand pada tahun 2005 - 2009
selama 5 tahun terakhir terus menerus
* Wimcycle telah diberikan oleh panel TOP BRAND di tahun 2007,, 2008
2009 selama 3 tahun terus-menerus
* Wimcycle telah diberikan oleh TOP BRAND KIDS pilihan tahun ini
* Wimcycle tahun ini telah membuat ke ORIGINAL 250 merek TOP
INDONESIA Merek
Saat ini perusahaan telah datang jauh dari sebuah industri rumah kecil di Surabaya pusat memproduksi bagian-bagian sepeda ke pemimpin pasar dalam industri sepeda baik domestik dan internasional. Jalan menuju sukses tidak selalu mulus. Pertumbuhan perusahaan secara langsung terkait dengan kepuasan konsumen, yang merupakan dasar dari komitmen perusahaan.
Wim Cycle berpendapat bahwa ia memiliki tugas untuk melestarikan bumi untuk generasi mendatang. Ini akan terus melindungi lingkungan dengan mempromosikan transportasi sepeda sebagai solusi terhadap masalah pencemaran di Indonesia dan dunia saat ini.
4.Eiger dan Bodypack
biasanya kalo agan agan liat bodypack, pasti ada eiger. kenapa ? karena bodypack dan eiger ini masih dalam satu induk . berpusat di bandung gan (ada yg dibandung ? ) . kedua produk ini terkenal dengan produk tasnya gan . loh terus bedanya apa ??
bodypack : tasnya lebih ke style atau wisata
eiger : untuk berbau alam, ga salah di kalangan pencinta alam eiger sudah tidak asing lg .
5. CFC
CFC (California Fried Chicken) sudah terkenal dengan cita rasa ayam gorengnya yang nikmat dan gurih. Tahukah Anda bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan Indonesia. Memang nama yang dimiliki perusahaan ini sangat mencerminkan Negara Amerika. Namun ternyata produknya murni asal Indonesia. Kebanggaan yang dimiliki CFC terletak pada ciri khas rasanya yang sebanding dengan ayam goreng asal Amerika. Awalnya, perusahaan ini bernama California Pioneer Chicken. Namun sejak tahun 1988, namanya diganti menjadi California Fried Chicken hingga sekarang.
6. Polygon
KISAH DAN PENJELASANNYA
Polygon EssentialApalah arti sebuah nama, demikian Shakespeare pernah berucap. Namun ucapan Shakespeare itu menjadi tak berarti jika menginjak ke ranah industri sepeda. Sebuah nama adalah sebuah identitas. Nama akan menjadi suatu bagian terpenting dari karakter sepeda yang juga akan mewakili jati diri pengendaranya. Identitas itu pula yang menjelma dalam sebuah nama POLYGON.
Sejak awal berdirinya, POLYGON telah memiliki visi jangka panjang menjadi pemain kelas dunia. Bermula tahun 1989 dari satu kawasan kecil yang namanya tak banyak dikenal orang, Wadungasih Sidoarjo – Jawa Timur, sebuah pabrik sepeda didirikan dengan tekad besar menembus pasar internasional. Sejak berdiri hingga kini, jutaan sepeda telah diekspor ke 5 benua dengan tujuan ekspor lebih dari 50 negara.
Polygon EssentialPengembangan suatu usaha dalam kancah persaingan global memerlukan pondasi yang kuat dalam banyak segi. Berpijak dari dasar itulah maka dipilih nama POLYGON untuk sepeda terbaik bagi dunia. POLYGON dalam arti harafiahnya berarti ‘segi banyak’ dipandang pantas untuk menyandang karakter sebuah produk nasional menuju ketatnya pasar internasional.
Semua segi itulah yang telah dan terus dibangun POLYGON dengan berpijak pada 4 pilar utama: technology, quality, craftmanship, dan support. Inilah sebuah sosok yang terus dan akan terus berkembang, demi menggapai lebih banyak lagi prestasi di kancah internasional.
7.HYPERMART
KISAH DAN PENJELASANNYA
Matahari kembali menunjukkan taringnya dengan berekspansi di ritel hipermarket.
Pengusaha Mochtar Riady dan anaknya James T. Riady meresmikan toko ritel hipermarket baru dari grup PT Matahari Putra Prima (MPP), yang dibangun di atas tanah seluas 6.500 meter2. MPP yang dulunya bernama PT Matahari Departemen Store, sejak 1997 dibeli sahamnya oleh PT Multipolar, perusahaan di bawah kelompok Lippo.
Hingga 31 Desember 2003, PT Multipolar Corporation Tbk menguasai 43,9602 % saham MPP dan 6,2982% dikuasai oleh PT Lippo E-Net Tbk. Langkah MPP membuka Hypermart ini menjadi tonggak sejarah bagi Matahari Group masuk ke segmen baru ritel hipermarket, menyaingi toko ritel hipermarket yang sudah ada, seperti Carrefour dan Giant.
Selama lebih dari 50 tahun, Matahari sukses mengembangkan Matahari Department Store, Matahari Supermarket dan yang terakhir Matahari Market Place, yang merupakan supermarket untuk segmen premium di Kelapa Gading, Serpong, Metropolis dan GTC di Makasar.
Sebagai tambahan sejak November 2002, MPP juga mengoperasikan 46 kedai Boston Drugs & Pharmacy di dalam supermarketnya guna menunjang konsep belanja di satu tempat (one-stop shopping)
Toko hipermarketnya ini menambah panjang jaringan ritel Matahari di seluruh Indonesia, menjadikannya salah satu perusahaan ritel terbesar di Asia Tenggara.
Hingga akhir tahun 2004, menurut Direktur dan Corporate Secretary Matahari, Danny Kojongian, MPP berencana untuk membangun 6 hipermarket baru, dengan alokasi dana Rp15-20 miliar untuk satu hipermarketnya.
Hadirnya Hypermart ini bisa jadi merupakan perwujudan semangat dan ambisi Noel Trinder, yang baru terpilih sebagai Chief Executive Officer (CEO) Matahari Supermarket (MSM) Februari lalu. Menurut Trinder secara total, Matahari akan menginvestasikan dana sebesar Rp1 triliun untuk menunjang strategi ekspansi MSM secara keseluruhan, dalam jangka waktu 3-5 tahun mendatang. Untuk pengembangan Hypermart, dana yang khusus dialokasikan adalah sebesar Rp600 miliar.
“Kami akan terus mengembangkan keberadaan Hypermart dengan membuka kurang lebih 50 hipermarket di berbagai lokasi strategis di Indonesia,” ujarnya. Dana ini di luar dana MSM untuk mengembangkan gerai supermarket konvensionalnya, yang dialokasikan sebesar Rp150 miliar
Optmisme diperlihatkan oleh James T. Riady, Chairman Lippo China Resources Ltd, Hong Kong. Menurut James Matahari sebagai perusahaan publik dengan dukungan 2700 suppliers adalah retailer terbesar yang unik karena multi format.
“Ada department store, supermarket, ada Market Place dan sekarang Hypermart,” ujarnya. Hypermart yang merupakan gabungan dari konsep supermarket dan general merchandize menurut James layak terus dikembangkan dalam 5 tahun yang akan datang. ”Hypermart yang akan datang semuanya akan lebih besar dari ini,” ujarnya. Menurut James, Hypermart harus siap bersaing dengan Carrefour dan Giant yang sudah terlebih dulu hadir.
“Kalau Makro dan Goro beda, itu formatnya cash and carry,” ujarnya. Dengan volume penjualan Rp 6 triliun per tahun menurut James, akan mudah bagi Matahari mendapatkan leverage (daya dongkrak) dari pemasok. Yang kedua, Matahari yang dalam setahun menarik 700 juta pengunjung, otomatis memberikan nilai yang positif, sehingga sinergi marketing-nya juga akan jalan. Yang ketiga, Matahari mempunyai expertise karena sudah berkecimpung di retailing business selama 50 tahun, sehingga, “kalau sekarang masuk ke format baru, saya yakin akan jadi baik,” ujarnya
8.CERES
KISAH DAN PENJELASANNYA
Kisah Ceres dimulai puluhan tahun lalu, saat tentara Jepang datang menduduki Indonesia di tahun 1942. Ketika itu ribuan orang Belanda yang tak mau ditawan Jepang lari tunggang langgang, tak terkecuali seorang Belanda pemilik pabrik cokelat bernama NV Ceres yang menjual pabriknya dengan diskon besar kepada MC Chuang, orang Indonesia keturunan Tionghoa.[1] Artikel ini menceritakan bagaimana Chuang dan keluarganya membangun sebuah pabrik cokelat rumahan menjadi perusahaan cokelat terbesar ketiga di dunia, dan terbesar di Asia.
Setelah Indonesia merdeka, Chuang mengganti nama NV Ceres menjadi Perusahaan Industri Ceres. Chuang cukup beruntung karena di awal usahanya, ia mendapatkan order besar saat konferensi Asia Afrika diadakan tahun 1955 di Bandung. Karena order ini pula ia memindahkan pabriknya dari Garut ke Bandung.
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari bahan racikan Chuang atau cara Chuang membuat cokelatnya,kecuali memainkan tempratur pada alat-alat pemanas cokelat. Ia membuat cokelat seperti kebanyakan pabrik ketika itu; berbahan dasar kakao, gula, dan susu. Namun cokelat itu terkenal lezat, bahkan konon saking lezatnya, Presiden Soekarno hanya mau memakan cokelat buatan Chuang. Konon, yang menjadi senjata rahasia Chuang dalam membuat cokelat adalah indra perasanya yang peka sehingga ia dapat mengetahui apakah cokelat produknya sudah dibuat dengan tepat atau belum.
Chuang juga termasuk orang yang cerdik. Kecerdikannya terlihat saat ia menciptakan cokelat batangan pertamanya pada tahun 1950-an, Silver Queen. Gagasan menjual cokelat dalam bentuk batangan sebetulnya merupakan hal mustahil ketika itu seab belum ada teknologi untuk membuatnya tidak meleleh ketika dipajang di toko karena iklim tropis Indonesia yang panas. Chuang tidak kekurangan akal, dia mencampur adonan cokelatnya dengan kacang mede yang membuat cokelat batangan seperti beton bertulang yang kuat dan pada akhirnya justru membuat Silver Queen unik. Tahun-tahun selanjutnya diisi Chuang dengan mengembangkan teknologi di pabriknya, ia berusaha mencari tahu cara-cara moderen membuat sebuah adonan cokelat yang sempurna.
Chuang memiliki cara yang unik dalam menciptakan varian-varian cokelat-cokelat baru. Dia tidak memanfaatkan liburan ke luar negeri hanya untuk berleha-leha, tetapi juga menyempatkan waktu berburu makanan-makanan berbahan cokelat di mana pun dia berada. Cokelat-cokelat itu diborong sebagai oleh-oleh, sebagian kemudian diserahkan pada bagian riset perusahaan untuk dibedah komposisinya. Dia melancong ke Amsterdam, Belanda, belajar ke pabrik cokelat Cj Van Houten yang sudah memproses kakao menjadi cokelat sejak 1828. Dia juga merayu manajemen Van Houten agar memberinya hak untuk menjual merek itu. Lobi ini sukses dan hasilnya bukan saja Ceres mendapatkan hak memasarkan Van Houten, melainkan juga ilmu dan teknologi mengenai pengolahan kakao menjadi cokelat lezat.
Ilmu-ilmu itulah yang kemudian dipakai untuk memperbaiki rasa Silver Queen, dan membuatnya semakin populer dari hari kehari. Selain Silver Queen Chuang juga mengembangkan berbagai merek lain seperti Ritz, Delfi, Chunky, wafer Briko, Top, dan biskuit Selamat. Tidak banyak yang diketahui tentang Chuang karena sifatnya yang tertutup, namun Chuang dikenal sangat akrab dengan para karawannya. Di tak segan-segan turun langsung ke pabrik dan berbincang di sana. Sikapnya ini lah yang membuat ia sangat dicintai oleh anak buahnya.
Sepeninggal Chuang, perusahaan dilanjutkan oleh ketiga anaknya John, Joseph, dan William Chuang. Ketiganya dikenal memiliki talenta yang sama dengan ayahnya dalam urusan cokelat. Joseph, sebelum dipanggil pulang keIndonesia, merupakan seorang pebisnis cokelat di Filipina. Ia mengembangkan jalur distribusi Ceres sampai ke pelosok tanah air, melengkapi armadanya dengan 500 truk berpendingin yang tersebar dari Banda Aceh sampai Jayapura. Ia juga mengakuisisi merek Hudson dan membeli merek Delfi dari Swiss pada tahun 2001.
John yang sebelumnya memiliki karir sebagai Vice Chairman Bank of California dan Presiden Wardley Development Inc., California membantu Ceres menguasai bisnis hulu kakao di level dunia–sekarang 70% pendapatan mereka berasal dari pengelolaan kakao. Cokelat memang sepertinya mengalir dalam darah mereka, ketika diwawancarai sebagai salah satu keluarga terkaya di Singapura, John berkata “Ketika bangun pagi, dalam benak saya hanya ada kakao; siang dan malam hari, cuma memikirkan kakao dan cokelat.” Distribusi, konsistensi membangun merek, dan upaya untuk fokus pada bisnis cokelat memang menjadi pilar sukses keluarga Chuang. Akan tetapi, nilai kekeluargaan yang dibangun dalam keluarga ini tak pelak juga menjadi pilar suksesnya.[2] Di keluarga Chuang, pemutusan hubungan kerja diharamkan terjadi. Salah satu filosofi M.C. Chuang adalah jangan pernah mengeluarkan karyawan kecuali karena dua hal :
mati dan mencuri. Jangan heran bila menjumpai karyawan yang puluhan tahun, sampai 40 tahun, bekerja di perusahaan ini. Atau yang seperti Udja, dipekerjakan kembali setelah pensiun. Kerja keras, loyalitas, kejujuran dan kekeluargaan menjadi values.
Dan nilai-nilai ini ditanamkan sejak M.C. Chuang merintis usaha dan memindahkan operasional Ceres dari Garut ke Bandung di 1950-an.[2]
Sayangnya Ceres kini sudah menjadi tamu di negerinya sendiri. Sejak krisis moneter tahun 1997, John dan adik-adiknya mengubah status Ceres di Indonesia menjadi perusahaan penanaman modal asing (PMA) dan mengalihkan pusat usahanya ke Singapura. Mereka juga sudah tidak mengandalkan Indonesia lagi sebagai pengolahan kakao utama, setelah memiliki pabrik di Malaysia, Thailand, Brasil, Meksiko, dan Filipina.