Liputan6.com, Jakarta: Sudah dua minggu ini sejumlah pimpinan LSM Barisan Merah Putih Papua berada di Jakarta, untuk menemui sejumlah tokoh, guna mencari solusi penyelesaian maraknya konflik di Papua. Mereka prihatin dengan keadaan Papua yang akhir-akhir ini dilanda berbagai peristiwa kekerasan.
Di mata Barisan Merah Putih, aksi kekerasan yang belakangan marak terjadi bukanlah sebuah kejutan, sebab sejak satu atau dua tahun sebelumnya, mereka sudah memprediksikan akan terjadi berbagai tindak kekerasan ini.
Mereka berpendapat, salah satu penyebab dari timbulnya kekerasan ini adalah belum sejahteranya rakyat Papua, meski otonomi khusus sudah diberlakukan sejak 2001 atau 10 tahun yang lalu.
"Selama 10 tahun baru hanya ada satu peraturan pemeritah, uang diberikan triliunan rupiah setiap tahunnya itu tidak menyentuh masyarakat umum," kecam sekjen Barisan Merah Putih, Yonas Alfons Nussy, dalam dialog di Liputan6.com, Jumat (12/8).
Pemerintah memang perlu memperhatikan dana otonomi khusus ini, meski KPK sudah menahan puluhan orang yang diduga terlibat penyelewengan dana tersebut. "KPK sudah menahan 44 orang anggota DPRP, korupsi memang menjadi masalah di Papua," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Hayono Isman.
Selain masalah kesejateraan Papua, Barisan Merah Putih kembali menegaskan perlunya pengesahan Raperdasus (Rancangan Peraturan Daerah Khusus Propinsi Papua), tentang pengangkatan 11 anggota DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) yang menjadi Perwakilan rakyat Papua.
"Jangan dulu ribut soal pemilihan Gubernur di Papua, urus dulu pengangkatan 11 anggota ini (DPRp)," ujar Yonas.
Yonas menambahkan, otonomi khusus sudah berjalan sekitar 12 tahun, dari 25 tahun yang direncanakan. Pemerintah harus serius soal otomomi khusus ini jika tidak ingin menunai masalah di masa depan. (rka)
|