TEMPO Interaktif, Yerusalem - GPS yang dipasang pada kelelawar mengungkap bahwa mamalia itu memiliki semacam "peta" untuk menentukan lokasi ketika terbang. Peta itu membantu kelelawar selain prinsip gema sebagai alat bantu navigasi.
Peneliti lintas institusi menelaah perilaku terbang kelelawar buah Mesir (Rousettus aegyptiacus). Setiap malam, binatang tersebut selalu kembali ke pohon yang sama.
Aktivitas rutin ini membuat peneliti berkeyakinan jika kelelawar menggunakan pohon besar, bukit, dan penanda awan lainnya sebagai patokan. Selain itu, mereka juga memiliki kompas biologis.
Untuk menguji teori ini, mereka memasangkan perangkat GPS seberat 10 gram beserta memori pencatat posisi. Kelelawar kemudian dilepaskan dari goa di sekitar kota Beit Shemesh, Israel, lalu terbang pada kecepatan 40 kilometer per jam untuk mencari makanan dari pohon sejauh 12-25 kilometer.
Meski berada sangat jauh, kelelawar selalu bisa menandai pohon yang sama. Karenanya peneliti berkeyakinan kelelawar tidak memanfaatkan bau buah sebagai alat navigasi.
Peneliti kemudian mencari tahu lebih jauh. Kali ini titik awal berada di gurun sejauh 44 kilometer di selatan gua tempat tinggalnya. Sebagian kelelawar dilepaskan dalam keadaan perut kosong sementara sebagian lainnya dalam keadaan perut terisi. Hasilnya, kelelawar lapar terbang langsung ke pohon sumber makanan sementara kelelawar kenyang terbang pulang ke gua asalnya.
Dari sinilah peneliti berkeyakinan kelelawar ini memanfaatkan penanda alamiah sebagai penuntun jalan. Mereka berkelana pada arah tertentu untuk menemukan bukit atau pemukiman manusia yang diperlakukan sebagai batu loncatan. Penanda alamiah ini kemudian dipetakan dan disimpan di dalam otak kelelawar.
“Peta kognitif skala besar memungkinkan kelelawar terbang di sekitar wilayah yang telah tercatat di kepala mereka,” ujar peneliti ekologi Asaf Tsoar dari University of Jerussalem dalam makalahnya.
Pengujian kemudian ditingkatkan dengan melepaskan kelelawar di sebuah kawah sejauh 84 kilometer di selatan. Sebagian kelelawar dilepaskan dari tepi kawah sementara sebagian lainnya dilepaskan dari dasar kawah. Hasilnya mendukung hipotesis sebelumnya.
Kelelawar yang dilepaskan di dalam kawah terlihat linglung karena gagal menemukan penanda alamiah sebagai patokan perjalanan. Mereka berputar-putar di dalam kawah sampai akhirnya keluar dan mencari jalan pulang. Sementara kelelawar yang dilepaskan di bibir kawah bisa terbang pulang ke rumah.
Pada jarak yang amat jauh tersebut, peneliti menemukan teknik navigasi lain. Menurut mereka, kelelawar juga menggunakan indra khusus yang mengenali medan magnet atau aroma asin yang tertiup dari Laut Mediterania ke gurun Negev sebagai patokan. |